SEJARAH HARI LISTRIK INDONESIA
27 Oktober
Ketenagalistrikan di
Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkitan tenaga listrik
untuk keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik untuk kepentingan umum
dimulai sejak perusahaan swasta Belanda N.V. NIGMmemperluas usahanya di bidang tenaga
listrik, yang semula hanya bergerak di bidang gas. Kemudian meluas dengan
berdirinya perusahaanswasta lainnya.
Kelistrikan di Hindia Belanda dimulai pada tahun 1897 ketika perusahaan listrik pertama yang
bernama Nederlandche Indische Electriciteit Maatschappij(NIEM atau Perusahaan Listrik Hindia
Belanda), yang merupakan perusahaan yang berada di bawah N.V.
Handelsvennootschap yang sebelumnya bernama Maintz & Co. Perusahaan ini
berpusat di Amsterdam, Belanda. Di Batavia, NIEM membangun PLTU di Gambir di tepi Sungai Ciliwung. PLTU berkekuatan
3200+3000+1350 kW tersebut merupakan pembangkit
listrik tenaga uap pertama
di Hindia Belanda dan memasok kebutuhan listrik di Batavia dan sekitarnya. Saat
ini PLTU tersebut sudah tidak ada lagi.
NIEM berekspansi ke Surabaya dengan
mendirikan perusahaan gas yang bernama Nederlandsche
Indische Gas Maatschappij (NIGM) hingga akhirabad XIX. Pada tahun 1909,
perusahaan ini diberi hak untuk membangun beberapa pembangkit tenaga listrik
berikut sistem distribusinya ke kota-kota besar di Jawa.
Di Surabaya, perusahaan gas NIGM
(Nederlandsche Indische Gas Maatschappij) pada tanggal 26 April 1909 mendirikan anak perusahaanAlgemeene
Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM).
Dalam waktu yang tidak berapa lama, ANIEM berkembang menjadi perusahaan listrik
swasta terbesar di Indonesia dan menguasai sekitar 40% dari kebutuhan listrik
di dalam negeri. ANIEM juga melakukan percepatan ekspansi seiring dengan
permintaan listrik yang tinggi. Pada 26 Agustus 1921 perusahaan ini mendapat konsesi di Banjarmasin yang
kontraknya berlaku hingga 31 Desember 1960.
Pada tahun 1937 pangelolaan listrik di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan diserahkan
kepada ANIEM.
Sebagai perusahaan yang menguasal hampir
40% kelistrikan di Indonesia, ANIEM memiliki kinerja yang cukup baik dalam
melayani kebutuhan listrik. Sebagaimana telah disebutkan di atas, ANIEM
memiliki wilayah pemasaran di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan. Untuk
melayani wilayah pemasaran yang luas ini, ANIEM menerapkan kebijakan
desentralisasi produksi dan pemasaran dengan cara membentuk anak perusahaan.
Dengan demikian maka listrik diproduksi secara sendiri-sendiri di berbagai
wilayah oleh perusahaan yang secara langsung menangani proses produksi
tersebut. Dengan demikian kinerja perusahaan menjadi amat efektif, terutama
dari segi produksi dan pemasaran.
Secara resmi, kelistrikan menggunakan pembangkit
listrik tenaga air (PLTA)
di Hindia Belanda dimulai pada tahun 1906,
saat PLTA Pakar dengan sumber air dari Sungai Cikapundung dengan kekuatan 800 KW diresmikan dan diberi nama Waterkrachtwerk Pakar aan de
Tjikapoendoengnabij Dago di Bandung, Jawa Barat. Pada tahun 1913,
PLTA tersebut mulai dikelola BEM (Bandoengsche Electriciteits
Maatschappij) dan dapat dianggap sebagai salah satu pionir dalam
pembangkitan listrik dengan tenaga air.
Ada sumber lain yg mengatakan bahwa
sebelum PLTA Pakar dibangun, sebuah PLTM (Pembangkit Listrik Mikro Hidro atau PLTA berskala mikro/kecil)
berkapasitas 330 KW telah dibangun di Gunung Harun, di daerah yg sekarang termasuk
Kanagarian Tambang Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Pembangkit listrik yg dinamai PLTM Salido Kecil ini awalnya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan listrik di tambang Gunung Harun. Sayangnya catatan kapan persisnya
PLTM ini dibangun tidak ada, hanya diperkirakan akhir abad XIX saja
Pada 1920 didirikan
Perusahaan Listrik Umum Bandung sekitarnya (Gemeenschappelijk Electrisch
Bedrif Bandoeng en Omstreken disingkat GEBEO), dengan modal dari
pemerintah dan swasta. Kemudian, maskapai tersebut mengambil alih PLTA Pakar di
Bandung dan PLTA Cijedil (2x174 KW dan 2x220 KW) di Cianjur.
Selanjutnya bekerjasama dengan perusahaan listrik negara untuk memasok listrik
kepada masyarakat. Direksi bagian swasta dipegang oleh perusahaan swasta NV
Maintz & Co. Pada 1934, Dienst voor Waterkraht an Electriciteit diubah
menjadi Electriciteitswezen (Kelistrikan) singkatnya
E.W.
Perusahaan ini membagi
2 wilayah pengelolaannya:
1.
Perusahaan Tenaga Air
Negara Dataran Tinggi Bandung (Landswaterkrachtbedijf Bandoeng),
yg terdiri dari 2 sektor:
·
A.
Sektor Priangan
PLTA-PLTA, yaitu
Bengkok (3x1050 KW) dan Dago (1x 700KW) pada 1923 dengan menggunakan sumber air
dari Sungai Cikapundung, selanjutnya Plengan (3x1050 KW, 1923), ditambah 2000
KW (1962) dan Lamajan dengan kapasitas 2x6400 KW (1924), dan ditambah 6400 KW
pada 1933 dengan sumber air Sungai Cisangkuy dan Sungai Cisarua.
Sebagai cadangan air
untuk musin kemarau dibangun situ Cileunca (9,89 Juta M3 air) pada 1922 dan
Cipanunjang (21,8 Juta M3 air) pada 1930. Untuk mencapai
jumlah banyaknya air seperti tersebut, maka bendungan Pulo, Playangan dan
Cipanunjang' dipertinggi pada 1940,
sedangkan situ-situnya mendapat tambahan air dari sungai-sungai sekitarnya.
Dari PLTA Plengan dibangun jalur transmisi 30 KV sepanjang 80 Km ke GI-GI
Sumadra, Garut dan Singaparna untuk
menghantarkan tenaga listrik ke bagian Priangan Timur.
Selanjutnya dari GIKiaracondong dibangun
jalur transmisi 30 KV ke GI Rancaekek hingga Sumedang ke
Priangan Utara - Timur dan kemudian hingga PLTA Parakan.
Kini tegangan Sumedang - Parakan sudah menjadi 70 KV.
Dari PLTA Lamajan
pada 1928 dibangun
jalur transmisi 30 KV (kemudian 70 KV) ke GI Padalarang, Purwakarta dan Kosambi untuk
daerah Priangan Barat dan pada tahun 1966 dari Kosambi ke
Cawang. Di tahun 1920
dibangun PLTU Dayeuhkolot (2x750
KW) untuk keperluan pemancar radio ke luar negeri, namun pada 1940 dibongkar dan
kemudian menjadi PLTDDayeuhkolot (2x550 KW). Kini
seluruhnya telah tiada dan bangunan menjadi GI Dayeuhkolot, gudang, dan bengkel
Dayeuhkolot yang sudah ada duluan. Pada 1928 dibangun Central
Electriciteit Laboratorium, disingkat CEL di komplek
Sekolah Tinggi Tinggi (Technische Hooge School) Bandung, yang
meliputi pekerjaan testing dan perbaikan peralatan listrik. Kini CEL telah
diserahkan kepada Institut Teknologi Bandung (ITB).
Seandainya sejarah bisa berandai-andai,
tentu bangsa Indonesia akan dilayani oleh sistem kelistrikan yang amat efektif
dari sebuah sistem usaha peninggalan kolonial Belanda. Sayang, kinerja yang
amat baik dari ANIEM harus terputus karena pendudukan tentara Jepang di
Indonesia pada tahun 1942. Sejak pendudukan tentara Jepang, perusahaan listrik
diambil alih oleh pemerintah Jepang. Urusan kelistrikan di seluruh Jawa
kemudian ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Djawa Denki Djigjo Kosja.
Nama tersebut kemudian berubah menjadiDjawa Denki Djigjo Sja dan menjadi cabang dari Hosjoden Kabusiki Kaisja yang berpusat di Tokyo.
Djawa Denki Djigjo Sja dibagi menjadi 3 wilayah pengelolaan yaitu Jawa Barat diberi
nama Seibu Djawa Denki
Djigjo Sja yang berpusat
di Jakarta, di Jawa Tengah diberi
nama Tjiobu Djawa Denki
Djigjo Sja dan berpusat
di Semarang, dan di Jawa Timur diberi
namaTobu Djawa Denki Djigjo Sja yang
berpusat di Surabaya.
Pengelolaan listrik oleh Djawa Denki
Djigjo Sja berlangsung sampai Jepang menyerah kepada Sekutu dan Indonesia merdeka.
Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu, para pekerja yang bekerja di Tobu Djawa
Denki Djigjo Sja berinisiatif untuk menduduki lembaga pengelola listrik
tersebut dan mencoba mengambil alih pengelolaan. Untuk menjaga agar listrik
tidak menjadi sumber kekacauan, pada 25 Oktober 1945 pemerintah membentuk Djawatan Listrik dan Gas Bumi yang bertugas untuk mengelola
kelistrikan di Indonesia yang baru saja merdeka. Usaha untuk mengelola
kelistrikan ternyata bukanlah pekerjaan yang mudah, di samping karena status
kepemilikan pembangkit-pembangkit yang belum jelas juga karena minimnya
pengalaman pemerintah dalam bidang kelistrikan. Sebagian besar pembangkit rusak
parah karena salah urus pada masa pendidikan tentara Jepang.
Peristiwa
Selanjutnya,
Dikeluarkan Keputusan Presiden R.i. Nomor 163, Tanggal 3 Oktober 1953 Tentang
Nasionalisasi Perusahaan Listrik Milik Bangsa Asing Di Indonesia Jika Waktu
Konsesinya Habis.
Sejalan Dengan
Meningkatnya Perjuangan Bangsa Indonesia Untuk Membebaskan Irian Jaya Dari
Cengkeraman Penjajahan Belanda, Maka Dikeluarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun
1958 Tertanggal 27 Desember 1958 Tentang Nasionalisasi Semua Perusahaan Belanda
Dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1958 Tetang Nasionalisasi Perusahaan Listrik
Dan Gas Milik Belanda. Dengan Undang-undang Tersebut , Maka Seluruh Perusahaan
Listrik Belanda Berada Di Tangan Bangsa Indonesia.
Sejarah
Ketenagalistrikan Di Indonesia Mengalami Pasang Surut Sejalan Dengan Pasang
Surutnya Perjuangan Bangsa. Pada Tanggal 27 Oktober 1945 Kemudian Dikenal
Sebagai Hari Listrik Dan Gas. Hari Tersebut Diperingati Untuk Pertama Kali Pada
Tanggal 27 Oktober 1946, Bertempat Digedung Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat ( Bpknip ) Yogyakarta. Penetapan Secara Resmi Tanggal 27
Oktober 1945 Sebagai Hari Listrik Dan Gas Berdasarkan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Dan Tenaga. Nomor 20 Tahun 1960, Namun Kemudian Berdasarkan
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik Nomor 235 / Kpts / 1975
Tanggal 30 September 1975 Peringatan Hari Listrik Dan Gas Yang Digabung Dengan
Hari Kebaktian Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik Yang Jatuh Pada Tanggal 3
Desember. Mengingat Pentingnya Semangat Dan Nilai-nilai Hari Listrik, Maka
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 1134.k. / 43.pe
/1992 Tanggal 31 Agustus 1992 Ditetapkanlah Tanggal 27 Oktober Sebagai Hari
Listrik Nasional.
Tanggal 1 Januari 1961,
dibentuk BPU - PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan
Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan
kokas.
·
Tanggal 1 Januari 1965,
BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2 perusahaan
negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan
Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas.
Saat
itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN sebesar 300 MW.
·
Tahun 1972,
Pemerintah Indonesia menetapkan
status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN).
·
Tahun 1990 melalui
peraturan pemerintah No 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha
ketenagalistrikan.
·
Tahun 1992,
pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis
penyediaan tenaga listrik.
·
Tahun 2014,
PLN masuk dalam Fortune Global 500 di
urutan 477 perusahaan terbesar dunia.
Direktur
Utama
Berikut
adalah daftar Direktur Utama PLN :
No
|
Nama
|
Awal Jabatan
|
Akhir Jabatan
|
1
|
Suryono
|
1979
|
1984
|
2
|
Sardjono
|
1984
|
1988
|
3
|
1988
|
1992
|
|
4
|
1992
|
1995
|
|
5
|
1995
|
1998
|
|
6
|
1998
|
2000
|
|
7
|
2000
|
2001
|
|
8
|
2001
|
2008
|
|
9
|
2008
|
2009
|
|
10
|
2009
|
2011
|
|
11
|
2011
|
2014
|
|
12
|
2014
|
Komentar
Posting Komentar